Wednesday 22 February 2017

Bali-Lombok: Ketika Aku Hilang dan Menemukan Part 4


Q:”Kenapa ceritamu panjang sekali? Apa tidak takut membosankan pembaca?”
A:”Saya sendiri sebenarnya sudah bosan. Haha. Tapi, karena saya punya hutang, jadi saya berusaha untuk melunasinya. Soal pembaca, saya sedang tidak berfikir untuk pembaca. Mungkin nanti di akhir atau part tambahan, saya akan memberikan ringkasan perjalanan, dan mungkin tips dan trik biar bisa mbolang Bali-Lombok dengan biaya murah.”
**
Terbangun di sebuah tempat asing, bukan lagi menjadi sesuatu yang mengagetkan untuk saya. Meski terkadang otak harus mencerna berkali-kali, kira-kira saya sedang terdampar dimana. Namun, terbangun di pulau Gili Trawangan dengan suara ombak yang cukup jelas, seperti melemparkan saya kembali kerumah. Mendadak, saya ingat pulang.
Hanya ingat saja, karena tentu saya tidak akan memutuskan untuk pulang sekarang. Gili Trawangan siap dijelajahi pagi ini.
Matahari yang bulat sempurna, keluar dari pulau Lombok

Setelah sholat subuh, kami berdua langsung bergegas ke pantai untuk mengabadikan momen sunrise. Mengingat momen sunset kemarin yang penuh nuansa ‘magis’, saya pikir, sunrise pagi ini pun tak kalah. Namun sayang, ternyata sunrise di Gili Trawangan tidak terlalu sempurna karena matahari tidak muncul dari laut, namun dari bukit-bukit pulau Lombok.
Pagi yang magis

Oya, kami tidak berdua saja. Seorang laki-laki dari tetangga penginapan bersama kami. Ia berasal dari Malang, dan traveling sendirian. Saya jadi ingat keinginan saya waktu kecil yaitu menjadi laki-laki. Mungkin salah satu alasannya ini. Laki-laki bebas pergi kemana saja, meski sendirian.
Saya ini action

Setelah puas melihat matahari terbit, wisatawan asing yang tertidur dipantai, para pekerja yang lalu lalang, perahu yang terombang-ambing ombak, kami memutuskan utuk mencari sarapan pagi. Ah, soal wisatawan asing yang tidur dipantai itu hal yang biasa. Apalagi setiap malam di Gili Trawangan ada pesta. Mungkin wisatawan asing itu terlalu mabuk dan tak mampu pulang ke penginapannya.
Semoga dia tidak tengah mengenang.
Pilihan sarapan pagi kami jatuh kepada ketupat plastik lauk kuah yang dijual seorang ibu separuh baya. Ia memanggul dagangannya dengan bakul besar. Isinya macam-macam. Entah namanya apa. Mirip masakan padang, mirip opor, tapi pedas. Cukup enak, dan menenangkan kantong.
Ibu penjual sarapan

Ada yang tau ini namanya apa? Opor ayam?

Setelah sarapan, kami memutuskan mengelilingi pulau Gili Trawangan. Mengelilingi pulau Gili Trawangan dengan sepeda ternyata tidak membutuhkan waktu yang lama. Kurang lebih satu jam, dan kami sudah puas menjelajah. Dan, tentu ini menyenangkan. 
eh, ada saya

Pagi, pantai dan sepeda

Pohonnya cantik
Kami berdua blusukan, menjelajahi Gili Trawangan tidak dari sudut wisatawan saja. Kami melihat banyak rumah-rumah bedeng di tengah-tengah pulau yang dihuni pekerja-pekerja hotel, rumah makan, dan pekerja lain yang menyapa kami berdua dengan ramah. Apalagi setiap dari mereka menyapa kami dengan salam dalam Islam. Ternyata kemewahan hotel, lounge, kafe di pinggir pantai tidak untuk mereka.
Eh, ada saya lagi

Setelah puas menjelajah, kami segera kembali ke penginapan, bersih-bersih diri, dan packing. Kami harus sudah meninggalkan pulau Gili Trawangan. Bukan karena tidak betah, sungguh, saya masih sangat betah, namun ada perjalanan yang harus kami lakukan lagi. Akhirnya, setelah menyelesaikan urusan penginapan dan mengembalikan sepeda sewa, kami kembali menaiki kapal menuju pulau Lombok.
ABK kapal tengah mengangkat jangkar yang super gede. 


Meninggalkan Gili Trawangan. Bye bye, see u next time, insyaAllah
Saya memandang pulau Gili Trawangan dengan sedih dan bergumam dalam hati, mungkin suatu hari nanti saya akan kesini lagi, mungkin dengan seseorang yang lain.
Adzan Dzuhur menyambut kedatangan kami dipelabuhan Bangsal. Setelah mengambil motor dipenitipan, dan bertanya tentang penginapan terdekat, kami segera menuju penginapan yang direkomendasikan. Tidak terlalu jauh dari pelabuhan Bangsal.
Penginapan itu terletak di jalan raya Bangsal. Namun saya lupa nama penginapannya. Setelah membayar biaya penginapan sebesar Rp. 250.000 kami meletakan barang-barang kami, melaundrykan baju kotor kami dan bersiap-siap untuk perjalanan selanjutnya.
Tujuan selanjutnya adalah Gili Air, pulau yang paling dekat dengan pulau lombok sehingga waktu perjalanan lebih singkat.
Lagi-lagi menarik jangkar.
Ternyata loket pembelian tiket kapal menuju gili air berbeda dengan loket kapal menuju gili Trawangan. Loket kapal menuju Gili Air lebih kecil dan terletak di seberang jalan loket utama. Hanya ada sebuah gardu kecil dan beberapa petugas. 
Kami harus menunggu cukup lama kapal menuju gili Air. Berbeda dengan ketika menuju Gili Trawangan, tidak banyak wisatawan yang tertarik untuk pergi ke pulau ini. Mungkin namanya kalah pamor dengan Gili Trawangan yang sudah mendunia. 
jajaran kapal yang tertambat di pantai Gili Air
Akhirnya kapal yang kami nantikan datang, kapal sejenis dengan kapal yang kami naiki sebelumnya. Setelah perjalanan selama kurang lebih 30 menit, akhirnya kami sampai di Gili Air. Kami segera menuju loket kapal, bukan untuk kembali lagi. Namun untuk menanyakan kapal terakhir ke pelabuhan bangsal.
Peta gili Air,

Kemudian kami segera menyewa sepeda, dan selanjutnya tentu saja berkeliling.
Gili Air lebih senyap daripada Gili Trawangan
Bentang alam Gili Air tidak terlalu jauh berbeda dengan Gili Trawangan. Pasir putih terhampar dimana-mana, laut biru, karang yang timbulkarena laut surut, pohon cemara dan burung-burung yang terbang bebas. Selain itu masih sama pula, kafe-kafe, penginapan, toko souvenir, klub, dan para pekerja yang ramah dan memberikan salam dalam Islam. Mungkin perbedaan terletak pada ukuran luasnya dan keramaiannya saja.
Rumah singgah para pekerja kapal
Jika di bibir pantai penginapan nampak menawan, dengan pemandangan pantai dan bangunan yang lebih modern, lebih masuk kedalam pulau, penginapan nampak tenang dan sejuk dengan pohon-pohon yang lebat. Bangunannya pun lebih sederhana daripada penginapan dan hotel di bibir pantai. Memang jumlahnya tidak sebanyak di Gili Trawangan.
Gazebo di depan sebuah hotel. Kayaknya asik duduk cantik disini sambil liat laut.
Listriknya dari sini loh.
Makan siang!!!

Kami teringat kami belum makan siang, dan akhirnya kami memutuskan memarkirkan sepeda kami disebuah rumah makan padang yang terletak di tengah pulau. Sepertinya rumah makan padang emang tersebar disegala penjuru Indonesia, dan sesungguhnya itu membuat saya senang.
Ngga kuat buat mengayuh sepeda karena jalannya berupa pasir.
Gili Air atau Gili Matra sih? Entahlah. Mungkin orang Lombok bisa menjelaskan
Pantainya sedang surut. Karang-karangnya terlihat. Namun saya tidak menemukan ikan yang terperangkap.
Biar rodamu tenggelam dalam pasir, tetap berjuang ya..

Bentang alamnya, MasyaAllah
Rasanya berkeliling di gili air selama hampir tiga jam sudah cukup untuk kami. Kami segera kembali ke pelabuhan, dan menunggu kapal yang akan mengantar kami. Sambil menunggu kapal, kami melihat ada segerombolan anak-anak yang sedang bermain di pantai. Beberapa anak laki-laki dengan terampil naik keatas kapal dan menceburkan dirinya kelaut. Pemandangan yang menggelikan karena mereka tidak memakai pakaian, namun juga menyejukan. Inilah anak-anak pulau gili Meno, inilah potret anak pantai, inilah potret anak-anak Indonesia. Ceria dan berani.
Pose dulu deh

Lagi nyari kepiting mungkin.
Bocahnya pada ngga takut tenggelam gitu ya..

Kapal akhirnya datang,  kami memutuskan duduk didepan, memandang lautan luas bersama ABK kapal yang mengambil jangkar dan mengendalikan kapal agar tidak menabrak kapal yang lain. Menyenangkan ketika wajah ini tersapu angin senja pantai, dan suara ombak yang beradu dengan kapal mengalahkan keinginan untuk mendengarkan musik buatan manusia.
Melelahkan namun menyenangkan. Tiga kali menaiki kapal dan dua kali mengelilingi pulau, sepertinya menguras tenaga kami. Kami langsung merebahkan tubuh di kamar penginapan. Rasanya enggan untuk melakukan ini itu, bahkan untuk membersihkan diri. Namun saya harus membulatkan tekad. Setelah membersihkan diri dan makan malam, akhirnya  saya benar-benar tidak bisa mencegah mata ini untuk terpejam meskipun jam masih menunjukan pukul 9 malam. Hari ini erakhir, namun esok masih ada hari lain yang masih harus dijelajahi.

 To be continue..

1 comment:

Followers

About Me

My photo
Warna-warna yang selalu menghidupi kehidupan anda. Serba-serbinya, seluk beluknya. Bukan aku, tapi warna-warnaku dari refleksi tulisanku. Ayo menulis!!!

Popular Posts

Copyright © Tinta Kering | Powered by Blogger
Design by Blog Oh! Blog | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com